Senin, 29 Desember 2008

Purworejo Undercover

by ien bunda elang

Glek!! segelas susu putih dengan aroma jahe menyegarkan mengalir begitu saja ke tenggorokan saya. segar dan hangat. Jarum jam di tangan belahan jiwa saya menunjuk ke angka 9 dan 6. Hmm..apalagi cuaca sedikit mendung, pas banget.
Saya makin merapatkan tubuh ke lelaki di sebelah duduk saya. Sementara itu mulut ini tak berhenti untuk mengunyah. Hehehe..hasrat saya untuk memamah biak tak berhenti hanya karena cuaca mendung. Sebuah tahu bacem yang dibakar arang ada di mangkok dan kepala ayam sedikit gosong menemani sang tahu.
Saya melirik ke samping, lelaki saya begitu menikmati nasi bungkus. Hingga tak terasa sudah 3 bungkus menghuni perut gembulnya. Saat itu, kita duduk diam di samping Dinas Pendidikan Purworejo. Sebuah angkringan sederhana dengan terpal biru sebagai atapnya.
Dari sekian banyak angkringan yang sering kita kunjungi, samping Diknas lah yang menjadi favorit kami.

Kadang jam 01.00 kita masih kongkow di sana, dengan ditemani jahe susu dan bakaran kepala ayam. Bukan itu saja, di tempat itu kami sering bertukar pikiran. Termasuk mengapa bangku yang kami duduki kok sempit sekali, sehingga kadang pantat saya yang gemuk tak muat di bangku itu.

Kadang kalau cuaca cerah, kami duduk lesehan di trotoar samping angkringan itu. Dengan menu yang sama, sekedar untuk variasi kami pesan mie rebus dengan saos sambal pedas. hmmm yummy...Lidah saya dimanjakan dengan menu sederhana tapi terasa nikmat.

Dulu, ketika saya kuliah. Saya sering nongkrong di warung hiks dekat paviliun yang saya sewa. Ada sego kucing dan tempe penyet, nikmatnya pun sama. Selain memberi makan perut, saya juga membutuhkan nuansa kekeluargaan di warung itu. Iya, saya menemukan persaudaraan di tempat bernama angkringan. Sama seperti yang saya rasakan di angkringan favorit kami.

Bukan saja perut kenyang, tapi tak ada lagi batas sosial di tempat itu. Mau polisi, tukang parkir, ABG yang baru pulang apel, atau seperti saya yang hanya emak rumah tangga. Semua dilayani dengan senyum (lebih sering swalayan hehehehe) dan lebih sering penjual angkringan kami panggil Bos.

Dari obrolan bola, politik hingga sekedar ngrasani orang yang salah memakai sandal. Nikmat sekali, dualisme rasa, lahir dan bathin.

Kalau siang, saya suka kongkow di warung lotek Bu Mus di belokan Babrik Tambakrejo. Bu Mus yang berambut panjang dan murah senyum selalu menyambut saya dengan tatapan sumringah. Lotek buatannya pas sekali di lidah saya. Ditambah pangsit seharga 500, waduh..cacing di perut saya mulai berontak minta dikasih makan.***

2 komentar:

  1. Hai Purworejo apa kabar ...?

    salam kenal, dan salam juga untuk keluarga

    BalasHapus
  2. Saya jadi ikut kemlecer mbak, boleh nanti kalo saya pulang ke Purworejo ikut lesehan.
    Salam kenal mbak.

    BalasHapus