Selasa, 16 Desember 2008

Be a Single Parent

Be A Single Parent
by ien bunda elang

Menjadi single parent, bukan impian setiap orang. Juga saya. Tetapi kenyataannya itu menimpa saya, enam tahun yang lalu. Pernikahan kami harus berakhir di usianya yang ke -4 bulan. Kesetaraan gender menjadi seonggok sampah di mata saya. Saat itu saya menyadari, saya tidak akan pernah bisa setara dengan laki-laki.

Karena apa? Saat saya menjadi single parent, saya tengah hamil 2 bulan, tanpa pekerjaan, dan harus bersahabat dengan lingkungan. Berat...saat itu saya harus mengikuti norma sosial. Bahwa setiap wanita yang tengah mengandung harus ada pendamping, bahwa wanita yang tengah mengandung harus berada di sisi suaminya. Harus..harus..harus...

Benak saya berontak. Jika laki-laki pun bisa mengandung. Mungkin apa yang saya rasakan mereka bakal mengerti. Berat buat wanita untuk mengandung sendirian. Baik itu dari hubungan di pernikahan atau pun di luar pernikahan. Saya tidak peduli dengan proses awalnya, walau terkadang wanita sering "salah" dan gampang "tergoda" sehingga akhirnya ada kehamilan di luar keinginan, tetapi jika sudah terbentuk jabang bayi, tidak semestinya dia menanggung akibatnya. Right or wrong, a baby has no sin!

Kala itu saya sering menangis melihat pasangan duduk, suami mengelus perut gendut istrinya saat menunggu periksa di ruang dokter kandungan. Sementara saya sendiri, dengan topi menutup kepala. Tenang saja Nak..tak akan bunda biarkan sesuatu terjadi padamu..Tapi saya lebih menangis lagi jika mendengar seorang ibu mengugurkan kandungannya.

Diantara 2 pilihan, saya lebih memilih duduk seorang diri di ruang tunggu dokter kandungan. Bukan membuang janin saya! Tersadar dengan kondisi itu, saya tidak pernah menangis lagi. Hidup adalah pilihan, dan saya memilih untuk membesarkan anak saya, walau sendirian.
Ada satu wanita perkasa di dekat saya, dia menjadi single parent dengan 2 anak sejak 24 th lalu. Dan hingga kini dia tidak pernah menikah lagi. Dia begitu hebat dalam membesarkan anak-anaknya. Kuat, dan satu yang selalu saya ingat dia tidak pernah mengeluh bahkan tidak pernah menangis. "Kamu tuh harus kuat, mapan sehingga anak-anak bisa bergantung padamu. Dan jangan pernah menangis, karena anak-anak akan belajar dari kelemahan atau kekuatanmu". Kata-kata itu selalu terngiang di benak saya.

Dan memang benar, ibu adalah madrasah pertama buat anak-anak kita. Sejak saat itu, saya tidak pernah menangis lagi.

Dan baru 16 Nopember 2008, saya menangis lagi. Saat itu, saya menanggalkan gelar Single parent dan menikahi sahabat saya. Improvisasi terhebat yang pernah saya ambil.Karena kami tidak pernah menjalin hubungan asmara barang semenit pun.

Untuk ibu dan calon ibu, jangan pernah takut menjadi single parent. Jika memang itu menimpa kita, tetaplah tersenyum, karena ada anak-anak di dalam rahim kita yang belajar dari tawa dan tangis kita.

*****Selamat hari ibu*****

1 komentar:

  1. ikut senang bisa baca tulisan iin, dan alhamdulillah sudah mendapatkan sesuatu yang harus di syukuri dan harus di jaga yaitu suami dan anak yang cakep.
    hidup itu indah and selalu bersyukur dengan apa yang sudah Allah berikan buat kita dan adalah kewajiban kita untuk menjaga amanah dan selalu berbagi dengan orang-orang di sekitar kita, keluarga kita dan tentunya saudara seiman di manapun berada. see you n send my regards to u husband n u cute son.
    *** dari pris n family di batam - kepri ***

    BalasHapus