Jumat, 19 Desember 2008

Pelangi

by ien bunda elang

Merah kuning hijau, di Indonesia yang ungu. Ya, warna-warna bendera sudah mulai berkibar. Semua baik, semua hebat. Mungkin itu yang ingin mereka sampaikan. Sementara itu, saudara saya di dusun dekat Jembatan Bogowonto kian merana. Hari ini, mereka tak banyak mendapatkan barang rongsokan.

Meletus balon hiaju, duer! yang hijau benar-benar meletus. Dampaknya nggak hanya di level atas saja, di bawah kian terasa. Saudara saya terombang-ambing dalam ketidakpastian. Antara mimpi dan realita bak bumi dan langit. Era baru telah muncul, kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat sudah tak terbendung lagi. Semua boleh berkarya, semua boleh berbuat.

Aksi dan reaksi, begitu lekat. satu berita mengguncang hati saya. Kemerdekaan yang bergema di seantero negeri ini membuat setiap orang boleh berdalih. Berita itu menusuk jantung saya, masa kedaulatan negeri ini dan Islam dihapuskan. Wow..Are You mad? itu yang muncul di benak saya.

Entahlah apa yang ada dipikiran penggagas ide tersebut. Good or bad, itu buah dari demokrasi yang bergema di negeri ini. Kemajemukan menjadi kan banyak perbedaan, tetapi bukan berarti bisa saling membiarkan. Kedaulatan? buat saya itu mutlak! sebagaimana Islam, itu mutlak. Tak ada posisi tawar untuk keduanya.

Saudara saya mengirimkan pesan singkat, demokrasi sudah berjalan dengan sempurna, tetapi mengapa sembako masih saja mahal? Saya terdiam dan tidak berani membalas pesannya. Pesan sederhana tetapi saya sendiri tak mampu menguraikan artinya. Penguasa, penguasa..berilah hambamu uang! Iwan Fals menyanyikan itu bertahun lalu. Prediksinya berhasil, sembako mahal, susu mahal, dan bayi kami kurang gizi.

Huhuhu..kaum ibu menangis keras. Gerakan kembali ke ASI mulai dicanangkan. ASI? hmm..bagaimana dengan anak-anak yang tak bisa mendapatkannya? entah...Demokrasi bukanlah alat untuk menciptakan makanan dan kesejahteraan. Namun kesetaraan juga bukan sebuah jawaban.

Seorang sahabat di Pinggir Sungai Musi mengisyaratkan untuk menggergaji batu, sedangkan yang di Lampung menciptakan Perahu untuk mengarungi hidup ke depan. Saya memilih untuk menggambar pelangi. Merah kuning hijau, di langit yang biru. Saya menatap ke langit, langit saya tidak biru lagi. Saya ragu, itu biru laut, biru dongker, atau biru baby. Absurd.

So, mana yang kamu pilih saudaraku?****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar